Kamis, 25 April 2013

TEORI KEPRIBADIAN SEHAT (TULISAN 1)


TEORI KEPRIBADIAN SEHAT MENURUT :

A. GORDON  ALLPORT
Gordon Allport

Allport (1961) mengidentifikasikan enam kriteria kepribadian yang matang, yaitu :
1)     Perluasan perasaan diri
Pribadi yang matang terus mencari untuk dapat mengidentifikasikan diri dan berpartisipasi dalam kejadian yang terjadi di luar diri mereka. Allport (1961) merangkum kriteria pertama ini dengan mengatakan, “Semua orang mempunyai rasa cinta terhadap diri sendiri (self-love), namun hanya perluasan atas diri yang menjadi penanda kematangan pribadi.”
2)     Hubungan yang hangat dengan orang lain
Mereka mempunyai kapasitas untuk mencintai orang lain dalam cara-cara yang intim dan simpatik dengan orang lain. manusia secara psikologis memperlakukan orang lain dengan rasa hormat, serta menyadari bahwa kebutuhan, keinginan, dan harapan orang lain merupakan hal yang tidak sepenuhnya asing dengan milik mereka sendiri. Selain itu, mereka mempunyai sikap seksual yang sehat dan tidak memaksa orang lain untuk pemuasan pribadi mereka.
3)     Keamanan  emosional atau penerimaan diri
Pribadi yang matang menerima diri mereka apa adanya, dan memiliki apa yang disebut Allport (1961) sebagai keseimbangan emosional. Manusia yang sehat secara psikologiis tidak akan menjadi terlalu sedih apabila terdapat hal-hal yang berjalan diluat rencana atau saat mereka hanya “mengalami hari yang buruk”. Mereka tidak akan terus berkutat dengan gangguan-gangguan kecil, serta menyadari bahwa rasa frustasu dan ketidaknyamanan merupakan bagian dari hidup.
4)     Persepsi yang realistis
Mereka tidak hidup didalam dunia fantasi atau membelokkan kenyataan agar sesuai dengan harapan mereka. Mereka berfokus pada masalah dibanding pada pribadi, dan lebih berinteraksi dengan dunia seperti yang dilihat oleh kebaanyakan orang.
5)     Insight  dan humor
Pribadi yang matang mengenal dirinya sendiri, sehingga tidak mempunyai kebutuhan untuk mengatribusikan kesalahan dan kelemahannya kepada orang lain. Allport (1961) yakin bahwa insight dan humor sangat berhubungan, serta mungkin merupakan aspek-aspek dari hal yang sama, yaitu pemahaman diri (self-objectication). Manusia yang sehat dapat diri mereka dengan lebih objektif. Merekadapat melihat hal-hal yang absurd dan mustahil dalam kehidupan, serta tidak mempunyai kebutuhan untuk berpura-pura atau memakai topeng dalam kehidupan mereka.
6)     Filosofi  kehidupan yang integral
Manusia yang sehat mempunyai pandangan yang jelas mengenai tujuan hidup mereka. Tanpa pandangan tersebut, insight mereka akan menjadi kosong dan gersang, serta akan memiliki humor yang sinis dan dangkal. Manusia dengan sikap religius yang matang dan filosofi kehidupan yang integral, mempunyai kesadaran yang berkembang dengan baik dan kemungkinan besar memiliki hasrat untuk melayani orang lain.

B. CARL  ROGERS
 
Carl Rogers

Perkembangan Kepribadian
Konsep diri (self concept) menurut Rogers adalah bagian sadar dari ruang fenomenal yang disadari dan disimbolisasikan, dimana “aku“ merupakan pusat referensi setiap pengalaman. Konsep diri merupakan bagian inti dari pengalaman individu yang secara perlahan dibedakan dan disimbolisasikan sebagai bayangan tentang diri yang mengatakan “apa dan siapa aku sebenarnya“ dan“ apa yang sebenarnya harus saya perbuat“. Jadi, self concept adalah kesadaran batin yang tetap, mengenai pengalaman yang berhubungan dengan aku dan membedakan aku dari yang bukan aku.

Konsep diri ini terbagi menjadi 2 yaitu konsep diri real dan konsep diri ideal. Untuk menunjukkan apakah kedua konsep diri tersebut sesuai atau tidak, Rogers mengenalkan 2 konsep lagi yaitu:

a)      Incongruence Incongruence
Adalah ketidakcocokan antara self yang dirasakan dalam pengalaman aktual disertai pertentangan dan kekacauan batin.
b)     Congruence
Congruence berarti situasi dimana pengalaman diri diungkapkan dengan seksama dalam sebuah konsep diri yang utuh, integral, dan sejati.

Menurut Rogers, para orang tua akan memacu Menurut Rogers, para orang tua akan memacu adanya incongruence ini ketika mereka memberikan kasih sayang yang kondisional kepada anak-anaknya. Orang tua akan menerima anaknya hanya jika anak tersebut berperilaku sebagaimana mestinya, anak tersebut akan mencegah perbuatan yang dipandang tidak bisa diterima. Disisi lain, jika orang tua menunjukkan kasih sayang yang tidak kondisional, maka si anak akan bisa mengembangkan congruence-nya. Remaja yang orang tuanya memberikan rasa kasih sayang kondisional akan meneruskan kebiasaan ini dalam masa remajanya untuk mengubah perbuatan agar dia bisa diterima di lingkungan.

Dampak dari incongruence adalah Rogers berfikir bahwa manusia akan merasa gelisah ketika konsep diri mereka terancam. Untuk melindungi diri mereka dari kegelisahan tersebut, manusia akan mengubah perbuatannya sehingga mereka mampu berpegang pada konsep diri mereka. Manusia dengan tingkat incongruence yang lebih tinggi akan merasa sangat gelisah karena realitas selalu mengancam konsep diri mereka secara terus menerus.

Setiap manusia memiliki kebutuhan dasar akan kehangatan, penghargaan, penerimaan, pengagungan, dan cinta dari orang lain. Perkembangan diri dipengaruhi oleh cinta yang diterima saat kecil dari seorang ibu. Kebutuhan ini disebut need for positive regard, yang terbagi lagi menjadi 2 yaitu conditional positive regard (bersyarat) dan unconditional positive regard (tak bersyarat).

·         Jika individu menerima cinta tanpa syarat, maka ia akan mengembangkan penghargaan positif bagi dirinya (unconditional positive regard) dimana anak akan dapat mengembangkan potensinya untuk dapat berfungsi sepenuhnya.
·         Jika tidak terpenuhi, maka anak akan mengembangkan penghargaan positif bersyarat (conditional positive regard). Dimana ia akan mencela diri, menghindari tingkah laku yang dicela, merasa bersalah dan tidak berharga.

C. ABRAHAM MASLOW
Abraham Maslow
                Maslow (1970) mengungkapkan kebutuhan berikut ini berdasarkan prapotensi dari masing-masing : fisiologis (physiological), keamanan (safety), cinta dan keberadaan (love and belongingness), penghargaan (esteem), dan aktualisasi diri (self-actualization).

Hirarki Kebutuhan dari Maslow. Seseorang Harus Mencapai Aktualisasi Diri secara Bertahap
 


1.      Kebutuhan Fisiologis
Kebutuhan paling mendasar dari setiap manusia adalah kebutuhan fisiologis (physiological needs), termasuk didalamnya adalah makanan, air, oksigen, mempertahankan suhu tubuh, dan lain sebagainya. Kebutuhan psikologis adalah kebutuhan yang mempunyai kekuatan/pengaruh paling besar dari semua kebutuhan.
2.      Kebutuhan akan Keamanan
Ketika orang telah memenuhi kebutuhan fisiologis mereka, mereka menjadi termotivasi dengan kebutuhan akan keamanan (safety needs), yang termasuk di dalamnya adalah keamanan fisik, stabilitas, ketergantungan, perlindungan, dan kebebasan dari kekuatan-kekuatan yang mengancam, seperti perang, terorisme, penyakit, rasa takut, kecemasan, bahaya, kerusuhan, dan bencana alam. Kebutuhan akan hukum, ketentraman, dan keteraturan juga merupakan bagian dari kebutuhan akan keamanan (Maslow, 1970).
3.      Kebutuhan akan Cinta dan Keberadaan
Setelah orang memenuhi kebutuhan fisiologis dan keamanan, mereka menjadi termotivasi oleh kebutuhan akan cinta dan keberadaan (love and belongingness needs), seperti keinginan untuk berteman, kkeinginan untuk mempunyai pasangan dan anak, kebutuhan untuk menjadi bagian dari sebuah keluarga, sebuah perkumpulan, lingkungan masyarakat, atau negara. Cinta dan keberadaan juga mencakup beberapa aspek dari seksualitas dan hubungan dengan manusia lain dan juga kebutuhan untuk memberi dan mendapatkan cinta (Maslow, 1970).
4.      Kebutuhan akan Penghargaan
Setelah orang-orang memenuhi kebutuhan akan cinta dan keberadaan, mereka bebas untuk mengejar kkebutuhan akan penghargaan (esteem needs), yang mencakup penghormatan diri, kepercayaan diri, kemampuan dan pengetahuan yang orang lain hargai tinggi. Maslow (1970) mengidentifikasikan dua tingkatan kebutuhan akan penghargaan—reputasi dan harga diri. Reputasi adalah persepsi akan gensi, pengakuan, atau ketenaran yang dimiliki seseorang, dilihat dari sudut pandang orang lain. sementara harga diri adalah perasaan pribadi seseorang bahwa dirinya bernilai atau bermanfaat dan percaya diri.
5.      Kebutuhan  akan  Aktualisasi  Diri
Ketika kebutuhan dilevel rendah terpenuhi, orang secara otomatis beranjak ke level berikutnya. Akan tetapi, setelah kebutuhan akan penghargaan terpenuhi, orang tidak selalu bergerak menuju level aktualisasi diri. Karena, aktualisasi diri mencakup pemenuhan diri, sadar akan potensi diri, dan keinginan untuk menjadi sekreatif mungkin (Maslow, 1970). Orang-orang yang telah mencapai level aktualisasi diri menjadi orang yang seutuhnya. Selain lima kebutuhan konatif ini, Malow mengidentifikasikan tiga kategori kebutuhan lainnya—etetika, kognitif, dan neurotik.

D. ERICH FROMM 
Erich Fromm

Kepribadian yang sehat menurut Fromm
Fromm memberikan suatu gambaran jelas tentang kepribadian yang sehat. Orang yang demikian mencintai seutuhnya, kreatif, memiliki kemampuan-kemampuan pikiran yang sangat berkembang, mengamati dunia dan diri secara obejektif, memiliki suatu perasaan identitas yang kuat, berhubungan dengan dan berakar di dunia, subjek atau pelaku dari diri dan takdir, dan bebas dari ikatan-ikatan sumbang.
Fromm menyebutkan kepribadian yang sehat: orientasi produktif  , yakni suatu konsep yang serupa dengan kepribadian yang matang dari Allport, dan orang yang mengaktualisasikan diri dari Maslow. Konsep itu menggambarkan penggunaan yang sangat penuh atau realisasi dari potensi manusia. Dengan menggunakan kata “orientasi” , Fromm menunjukan kata itu merupakan suatu sikap umum atau segi pandangan yang meliputi semua segi kehidupan, respons-respons intelektual, emosional, dan sensoris terhadap orang-orang, benda-benda, dan peristiwa-peristiwa di dunia dan juga terhadap diri sendiri.
Empat segi tambahan dalam kepribadian yang sehat dapat membantu menjelaskan apa yang dimaksudkan Fromm dengan orientasi produktif. Keempat segi tambahan itu adalah cinta yang produktif, pikiran yang produktif, kebahagian dan suara hati.
·         Cinta yang produktif adalah suatu hubungan manusia yang bebas dan sederajat dimana rekan-rekan dapat mempertahankan individualitas mereka. Tercapainya cinta yang produktif merupakan salah satu dalam prestasi-prestasi kehidupan yang lebih sulit. Kita tidak “jatuh” dalam cinta; kita harus berusaha sekuat tenaga karena cinta yang produktif menyangkut empat sifat yang menantang – perhatian, tanggung jawab, respek, dan pengetahuan.
·         Pikiran yang produktif  meliputi kecerdasan, pertimbangan, dan objektivitas. Pemikir yang produktif didorong oleh perhatian yang kuat terhadap objek pikiran. Pemikir yang produktif dipengaruhi olehnya dan memperhatikannya.
·         Kebahagian adalah suatu bagian integral dan hasil kehidupan yang berkenaan dengan orientasi produktif; kebahagian itu menyertai seluruh kegiatan produktif. Fromm menuliskan bahwa suatu perasaan kebahagian merupakan bukti bagaimana berhasilnya seseorang “dalam seni kehidupan”. Kebahagian merupakan prestasi kehidupan yang paling luhur.
·         Suara hati  memiliki dua tipe, yakni suara hati otoriter dan suara hati humanisti. Suara hati otoriter adalah penguasa yang berasal dari luar yang di internalisasikan, yang memimpin tingkah laku orang itu. Sedangkan suara hati humanistis ialah suara dari dalam diri dan bukan juga dari suatu perantara dari luar diri. Pendoman kepribadian sehat untuk tingkah laku bersifat internak dan individual. Orang bertingkah laku sesuai dengan apa yang cocok untuk berfungsi sepenuhnya dan menyikapi seluruh kepribadian, tingkah laku-tingkah laku yang menghasilkan seluruh persetujuan dan kebahagian dari dalam. Kesehatan jiwa dalam pandangan Fromm di tetapkan oleh masyarakat, karena kodrat struktur sosial membantu atau menghalangi kesehatan psikologis. Apabila masyarakat-masyarakat yang sakit, maka satu-satunya cara untuk mencapai orientasi produktif ialah dengan hidup dalam suatu masyarakat yang waras dan sehat, yaitu masyarakat yang memajukan produktivitas.

Ciri-ciri kepribadian yang sehat
Sebagai organisme yang hidup dan terus tumbuh, kita didorong untuk memuaskan kebutuhan-kebutuhan fisiologis dasar akan rasa lapar, haus, dan seks yang mebdorong semua organisme. Selain kita fleksibel dalam memuaskan kebutuhan-kebutuhan ini, kebutuhan-kebutuhan tersebut juga tidak berbeda antara diri kita dan binatang-binatang yang lebih rendah dan tidak begitu penting dalam mempengaruhi kepribadian manusia.
Apa yang penting dalam mempengaruhi kepribadian ialah kebutuhan-kebutuhan psikologis yang tidak memiliki oleh hewan-hewan yang lebih rendah atau sederhana. Semua manusia itu sehat dan ada juga yang tidak sehat hal ini di dorong oleh kebutuhan-kebutuhan tersebut; perbedaanya terletak antara cara bagaimana kebutuhan-kebutuhan ini terpuaskan. Orang-orang yang sehat memuaskan kebutuhan-kebutuhan psikologis secara kreatif dan produktif. Orang yang sakit memuaskan kebutuhan-kebutuhan dengan cara irasional.

Fromm mengemukakan lima kebutuhan yang berasal dari dikotomi kebebasan dan keamanan.
1.      Hubungan
manusia menyadari hilangnya ikatan utama  dengan alam dan dengan satu sama lainnya. Kita mengetahui bahwa kita masing-masing terpisah sendirian dan tak berdaya. Sebagai akibatnya, kita harus mencari ikatan-ikatan baru dengan orang-orang lain; kita harus menemukan suatu perasaan hubungan dengan mereka untuk menggantikan ikatan-ikatan yang hilang dengan alam. Fromm percaya bahwa pemuasaan kebutuhan untuk berhubungan atau bersatu dengan orang lain ini sangat penting untuk kesehatan psikologis. Tingkah laku yang irasional, bahkan penyakit jiwa, merupakan akibat yang tidak dapat dielakan karena kegagalan dalam memuaskan kebutuhan ini.
Dalam sistem fromm, orang-orang yang tidak dapat mengamati dunia secara objektif, yang dapat mengamatinya hanya menurut proses-proses batin, telah mengundurkan diri kedalam diri mereka dan kehilangan seluruh kontak dengan kenyataan. Inilah definisi tradisional tentang penyakit jiwa.

2.      Trasendensi
Trasendensi berhubungan erat dengan kebutuhan akan hubungan seperti kebutuhan manusia untuk mengatasi atau melebihi peranan-peranan pasif sebagai ciptaan. Karena menyadari kodrat kelahiran dan kematian aksidental dan watak eksistensi yang serampangan, manusia didorong untuk melebihi keadaan tercipta menjadi pencipta, pembentuk yang aktif dari kehidupannya sendiri. Fromm percaya bahwa dalam perbuatan menciptakan (anak-anak, ide-ide, kesenian atau barang material) manusia mengatasi kodrat eksistensi yang pasif dan aksidental, dengan demikian mencapai suatu perasaan akan maksud dan kebebasan.

3.      Keberakaran
hakikat dari kondisi manusia seperti kesepian dan tidak berartihal ini timbul dari pemutusan ikatan-ikatan utama dengan alam. Tanpa akar-akar ini orang tak akan berdaya, jelas merupakan kondisi yang amat berat.
Cara yang ideal ialah membangun suatu perasaan persaudaraan denag sesama umat manusia, suatu perasaan keterlibatan, cinta, perhatian, dan partisipasi dalam masyarakat. Perasaan solidaritas denagn orang-orang lain ini memuaskan kebutuhan akan berakar, untuk yang mengkoneksikan dan berhubungan dengan dunia luar.
Fromm mengemukakan suatu cinta yang berfokus pada negaranya sendiri mengeluarkan cinta untuk negara orang lain dan ini merupakan suatu bentuk pemujaan berhala, bukan atas nama cinta.

4.      Kepekaan akan Identitas
        Kemampuan untuk menyadari diri sendiri sebagai wujud terpisah, tanpa kepekaan akan identiitas manusia , manusia tidak dapat mempertahankan kewarasan mereka dan ancaman ini mendorong mereka untuk melakukan hampir segala hal untuk mendapatkan kepekaan akan identitas.

5.      Kerangka  Orientasi
bersambung dengan pencarian suatu perasaan diri yang unik ialah suatu pencarian frame of reference atau konteks dengan mana seseorang menginterprestasikan semua gejala dunia. Setiap individu harus merumuskan suatu gambaran konsisten tentang dunia yang memberikan kesempatanuntuk memahami semua peristiwa dan pengalaman.
Dasar yang ideal untuk kerangka orientasi adalah pikiran, yakni sarana yang digunakan seseorang untuk mengembangkan suatu gambaran realitas dan objektif tentang dunia. Terkandung dalam hal ini ialah kapasitas untuk melihat dunia secara objektif, untuk menggambarkan dunia denagn tepat dan tidak mengubahnya dengan lensa-lensa subjetif dari kebutuhan-kebutuhan dan ketakutan-ketakutan didalam diri.



Source     :

Freist, J & Freist, Gregory. (1998). Teori Kepribadian Edisi 7. Amerika: Salemba Humanika.


KOPING STRESS (TULISAN 3)

A. PENGERTIAN COPING STRESS

   Individu dari semua umur mengalami stres dan mencoba untuk mengatasinya. Karena ketegangan fisik dan emosional yang menyertai stres menimbulkan ketidaknyaman, seseorang menjadi termotivasi untuk melakukan sesuatu untuk mengurangi stres. Hal-hal yang dilakukan bagian dari coping (dalam Jusung, 2006).

   Menurut Colman (2001) coping adalah proses dimana seseorang mencoba untuk mengatur perbedaan yang diterima antara demands dan resources yang dinilai dalam suatu keadaan yang stressful. 

   Lazarus & Folkman (1986) mendefenisikan coping sebagai segala usaha untuk mengurangi stres, yang merupakan proses pengaturan atau tuntutan (eksternal maupun internal) yang dinilai sebagai beban yang melampaui kemampuan seseorang. Sarafino (2006) menambahkan bahwa coping adalah proses dimana individu melakukan usaha untuk mengatur (management) situasi yang dipersepsikan adanya kesenjangan antara usaha (demands) dan kemampuan (resources) yang dinilai sebagai penyebab munculnya situasi stres.
 
  Menurut Sarafino (2006) usaha coping sangat bervariasi dan tidak selalu dapat membawa pada solusi dari suatu masalah yang menimbulkan situasi stres. Individu melakukan proses coping terhadap stres melalui proses transaksi dengan lingkungan, secara perilaku dan kognitif.

Fungsi Coping

Proses coping terhadap stres memiliki 2 fungsi utama yang terlihat dari bagaimana gaya menghadapi stres, yaitu :

1. Emotional-Focused Coping
   Coping ini bertujuan untuk melakukan kontrol terhadap respon emosional terhadap situasi penyebab stres, baik dalam pendekatan secara behavioral maupun kognitif. Lazarus dan Folkman (1986) mengemukakan bahwa individu cenderung menggunakan Emotional-Focused Coping ketika individu memiliki persepsi bahwa stresor yang ada tidak dapat diubah atau diatasi.

2.  Problem-Focused Coping
   Coping ini bertujuan untuk mengurangi dampak dari situasi stres atau memperbesar sumber daya dan usaha untuk menghadapi stres. Lazarus dan Folkman (1986) mengemukakan bahwa individu cenderung menggunakan Problem Focused Coping ketika individu memiliki persepsi bahwa stressor yang ada dapat diubah

Metode Coping Stress

Lazarus & Folkman (1986) mengidentifikasikan berbagai jenis strategi coping, baik secara problem-focused maupun emotion-focused, antara lain:

1.  Planful problem solving yaitu usaha untuk mengubah situasi, dan menggunakan usaha untuk 
     memecahkan masalah.
2. Confrontive coping yaitu menggunakan usaha agresif untuk mengubah situasi, mencari penyebabnya dan 
    mengalami resiko.
3. Seeking social support yaitu menggunakan usaha untuk mencari sumber dukungan informasi, dukungan
    sosial dan dukungan emosional.
4. Accepting responsibility yaitu mengakui adanya peran diri sendiri dalam masalah
5. Distancing yaitu menggunakan usaha untuk melepaskan dirinya, perhatian lebih kepada hal yang dapat
   menciptakan suatu pandangan positif.
6. Escape-avoidance yaitu melakukan tingkah laku untuk lepas atau menghindari.
7. Self-control yaitu menggunakan usaha untuk mengatur tindakan dan perasaan diri sendiri.
8. Positive reappraisal yaitu menggunakan usaha untuk menciptakan hal-hal positif dengan memusatkan
    pada diri sendiri dan juga menyangkut religiutis. 

Faktor – faktor yang mempengaruhi Coping

    Menurut Smet (1994) faktor-faktor tersebut adalah:
  1. Variabel dalam kondisi individu; mencakup umur, tahap perkembangan, jenis kelamin, temperamen, faktor genetik, intelegensi, pendidikan, suku, kebudayaan, status ekonomi dan kondisi fisik. Handayani (dalam Pamangsah, 2000), dalam skripsi kesarjanaannya menambahkan pula faktor-faktor yang berperan dalam strategi menghadapi masalah, antara lain: konflik dan stres serta jenis pekerjaan.
  2. Karakteristik kepribadian, mencakup introvert-ekstrovert, stabilitas emosi secara umum, kepribadian “ketabahan” (hardiness), locus of control, kekebalan dan ketahanan.
  3. Variabel sosial-kognitif, mencakup: dukungan sosial yang dirasakan, jaringan sosial, kontrol pribadi yang dirasakan.
  4. Hubungan dengan lingkungan sosial, dukungan sosial yang diterima, integrasi dalam jaringan sosial.
  5. Strategi coping, merupakan cara yang dilakukan individu dalam menyelesaikan masalah dan menyesuaikan diri dengan perubahan dalam situasi yang tidak menyenangkan.

B. JENIS-JENIS KOPING YANG KONSTRUKTIF ATAU POSITIF (SEHAT)
 
Harmer dan Ruyon (1984) menyebutkan jenis-jenis koping yang dianggap konstruktif: yaitu: 
 
1. Penalaran (reasoning)
       Yaitu penggunaan kemampuan kognitif untuk mengeksplorasi bebagai macam alternatif pemecahan masalah dan kemudian memilih salah satu alternate yang dianggap paling menguntungkan. Individu secara sadar mengumpulkan berbagai informasi yang relevan berkaitan dengan persoalan yang dihadapi, kemudian membuat alternatif-alternatif pemecahannya, kemudian memilih alternative yang paling menguntungkan dimana resiko kerugiannya paling kecil dan keuntungan yang diperoleh paling besar.
 
2. Objektifitas 
       Yaitu kemampuan untuk membedakan antara komponen-komponen emosional dan logis dalam pemikiran, penalaran maupun tingkah laku. Kemampuan ini juga meliputi kemampuan untuk membedakan antara pikiran-pikiran yang berhubungan dengan persoalan dengan yang tidak berkaitan. Kemampuan untuk melakukan koping jenis objektifitas mensyaratkan individu yang bersangkutan memilki kemampuan untuk mengelola emosinya sehingga individu mampu memilih dan membuat keputusan yang tidak semata didasari oleh pengaruh emosi. 
 
3. Konsentrasi
       Yaitu kemampuan untuk memusatkan perhatian secara penuh pada persoalan yang sedang dihadapi. Konsentrasi memungkinkan individu untuk terhindar dari pikiran-pikiran yang mengganggu ketika berusaha untuk memecahkan persoalan yang sedang dihadapi. Pada kenyataannya, justru banyak individu yang tidak mampu berkonsetrasi ketika menghadappi tekanan. Perhatian mereka malah terpecah-pecah dalam berbagai arus pemikiran yang justru membuat persoalan menjadi seakin kabur dan tidak terarah. 
 
4. Penegasan diri (self assertion)
       Individu berhadapan dengan konflik emosional yang menjadi pemicu stress dengan cara mengekpresikan perasaan-perasaan dan pikiran-pikirannya secara langsung tetapi dengan cara yang tidak memaksa atau memanipulasi orang lain. Menjadi asertif tidak sama dengan tidakan agresi. Sertif adalah menegaskan apa yang dirasakan, dipikirkan oleh individu yang bersangkutan, namun dengan menghormati pemikiran dan perasaan orang lain. Dewasa ini pelatihan-pelatihan dibidang asertifitas mulai banyak dilakukan untuk memperbaiki relasi antar manusia.
 
5. Pengamatan diri (self observation)
       Pengamatan diri sejajar dengan introspreksi, yaitu individu melakukan pengujian secara objektif proses-proses kesadaran sendiri atau mengadakan pengamatan terhadap tingkah laku, motif, cirri, sifat sendiri, dan seterusnya untuk mendapatkan pemahaman mengenai diri sendiri yang semakin mendalam. Pengamatan diri mengandaikan individu memilki kemampuan untuk melakukan transedensi, yaitu kemampuan untuk membuat jarak antara diri yang diamati dengan diri yang mengamati. Perkembangan kognitif dan latihan-latihan melakukan introspeksi yang dilakukan sejak remaja, akan mempertajam keterampilan untuk melakukan pengamatan diri.







Source   :