Selasa, 26 Maret 2013

TULISAN 1



A. KONSEP KESEHATAN




     Kesehatan mental sering disebut juga dengan istilah mental health dan atau mental hygiene. Secara historis, ilmu ini diakui berasal dari kajian psikologi, Usaha para psikolog yang kemudian menelurkan ilmu baru ini berawal dari keluhan-keluhan masyarakat sebagai akibat dari munculnya gejala-gejala yang menggelisahkan. Dalam arti sempit, Ilmu kesehatan mental berkatan erat dengan terhindarnya seseorang dari gangguan dan penyakit kejiwaan. Marie Jahoda, seperti yang dikutip Yahya Jaya (1994: 49), memberikan batasan luas dari pengertian yang pertama. Menurutnya, kesehatan mental mencakup: (a) sikap kepribadiannya yang baik terhadap diri sendiri; kemampuan mengenali diri dengan baik, (b) pertumbuhan dan perkembangan serta perwujudan diri yang baik; (c) keseimbangan mental, kesatuan pandangan, dan ketahanan terhadap segala tekanan; (d) otonomi diri yang mencakup unsur-unsur pengatur kelakuan dari dalam atau kelakuan-kelakuan bebas; (e) persepsi mengenali realitas, terbebas dari penyimpanan kebutuhan serta memiliki empati dan kepekaan sosial; dan (f) kemampuan menguasai dan berintegrasi dengan lingkungan. Sementara Golbe, mengutip dari Assagioli, mendefinisikan, kesehatan mental adalah terwujudnya integrasi kepribadian, keselarasan dengan jati diri, pertumbuhan kearah realisasi diri, dan kearah hungungan yang sehat dengan orang lain.
     Sepintas lalu, kedua pengertian ditas terkesan sudah komprehensif dan utuh. Namun, setelah diteliti, dua definisi tersebut masih mengandung kekurangansempurnaan, terutama bila dilihat dari wawasan yang berorientasi Islam. Upaya penyempurnaan kesehatan mental tersebut telah dilakukan oleh para pakar. Arah penyempurnaanya diarahkan pada "kecakupan seluruh potensi manusia yang multi-dimensi". Sebagai pioneernya, diantaranya adalah Zakiah Daradjat (2001: 56-77), yang mencoba merumuskan pengertian kesehatan mental yang mencakup seluruh potensi manusia. Menurutnya, kesehatan mental adalah bentuk personifikasi iman dan takwa seseorang. Dilibatkannya unsur iman dan takwa dalam teori kesehatan mental itu bertopang pada suatu kenyataan, bahwa tidak sedikit ditemukan orang yang tampaknya hidup sejahtera dan bahagia, kepribadiannya menarik, sosialitasnya sangat baik, akan tetapi sebenarnya jiwanya gersang dan stres, lantaran tidak beragama, atau setidaknya kurang taat dalam beragama. Inilah bentuk kesehatan mental semu. Secara nyata, orang tersebut dapat disebut sehat mental. Perilaku dan perbuatannya dinilai sangat baik oleh lingkungan. Dia sukses berhubungan dengan diri dan orang lain. Namun, jika dilihat dari pengertian Zakiah Daradjat, orang tersebut tidak sehat mental, lantaran dia gagal alam berhubungan dengan Tuhannya.
      Dengan demikian, dapat dikatakan, hakikat kesehatan mental adalah terwujudnya keserasian, keharmonisan, dan integralitas kepribadian yang mencakup seluruh potensi manusia serta secara optimal dan wajar. Optimal dan wajar mengisyaratkan bahwa disadari betapa sulitnya menemukan sosok manusia yang mencapai tingkat kesehatan mental yang sempurna. Bisa juga dikatakan, manusia berusaha mencapai kesehatan mental menuju kesempurnaan, bahkan yang lazim ditemukan, orang-orang yang mencapai tngkat kesehatan mental yang wajar.

Source : Rochman, K.L. 2010. Kesehatan Mental. Purwokerto: FAJAR MEDIA FRESS.



B. SEJARAH PERKEMBANGAN KESEHATAN MENTAL 


      Anggapan lama di Cina, Mesir maupun Yahudi kuno mengenai seseorang yang mengalami gangguan jiwa adalah karena dikuasai oleh roh jahat, yang dapat disembuhkan dengan do'a, mantera, sihir, dan penggunaan obat-obatan alami tertentu. Jika cara pengobatan ini tidak dapat menyembuhkan maka langkah berikutnya adalah upaya agar roh jahat tersebut tidak kerasa hidup didalam tubuh penderita. Cara yang dilakukan terkadang ekstrim, yaitu dengan cara mencambuk, membiarkan lapar, atau melemparinya dengan batu sampai penderita meninggal dunia (Atkinson dkk; 1993).

1. Periode Pra -Ilmiah
Hippocrates
      Perkembangan yang telah dimulai oleh Hippocrates (460-467) dan kawan-kawannya tersebut sayangnya tidak diikuti dengan perkembangan lebih lanjut, sehingga pada abad pertengahan kemudian berkembang lagi adalah cerita takhayul primiif dan adanya keyakinan tentang setan. Para penderita gangguan jiwa dianggap berada dalam kelompok setan yang memiliki  kekuatan gaib untuk dapat menimbulkan bencana dan kecelakaan bagi orang lain. Mereka ini lalu diperlakukan secara kejam, karena ada keyakinan bahwa dengan memukul, membuatnya lapar dan menyiksa, setan yang merasuk didalamnya yang akan menderita. Kekejaman ini memuncak pada abad ke-15, 16, dan 17, karena pada masa itu sedang berlangsung pengadilan ilmu sihir yang akhirnya menghukum mati ribuan penderita (Atkinson dkk:1993).




Seorang dokter Perancis, Philippe Pinel (1745-1826) menggunakan filsafat politik dan sosial untuk memecahkan problem penyakit mental. Dia terpilih menjadi  kepala Rumah Sakit Bicetre di Paris. Dirumah sakit ini, para pasiennya (yang maniac) dirantai, diikat di tembok, dan ditempat tidur.


Philippe Pinel

Rumah Sakit Bicetre, Paris


   
Situasi yang berada di Rumah Sakit Bicetre


2. Era Ilmiah (Modern)



Perubahan yang sangat berarti dalam sikap dan era pengobatan gangguan mental, yaitu dari animisme (irrasional) dan tradisional ke sikap dan cara yang rasional t(ilmiah), terjadi pada saat berkembangnya psikologi abnormal dan psikiatri di Amerika Serikat, yaitu pada tahun 1783. Ketika itu Benjamin Rush (1745-1813) menjadi anggota staf medis di rumah sakit Pennsylvania. Dirumah sakit ini ada 24 pasien yang dianggap sebagai lunaties (orang-orang gila atau sakit ingatan). Pada waktu itu sedikit sekali pengetahuan tentang penyakit kegilaan tersebut, dan kurang mengetahui bagaimana menyembuhkannya. Sebagai akibatnya, pasien-pasien tersebut didukung dalam sel yang kurang sekali alat ventilasinya, dan mereka sekali-sekali diguyur dengan air. Rush melakukan usaha tersebut untuk memahami orang-orang yang menderita gangguan mental dengan memberikan motivasi untuk mau bekerja, reaksi, dan mencari kesenangan.


Dorothea Lynde Dix

 
  Perkembangan psikologi abnormal dan psikiatri ini memberikan pengaruh kepada lahirnya mental of hygiene yang berkembang menjadi suatu body of knowledge yang dipengaruhi oleh dua tokoh perintis, yaitu Dorothea Lynde Dix dan Clifford Whittingham Beers. Dorothea Lynde Dix lahir pada tahun 1802 dan meninggal dunia pada tanggal 17 Juli 1887. Dia adalah seorang guru sekolah di Massachussets, yang menaruh perhatian terhadap orang-orang yang mengalami gangguan mental selama 40 tahun. Usahanya mula-mula diarahkan pada para pasien mental dirumah sakit, berkat usahanya yang tak kenal lelah, di Amerika didirikan 32 rumah sakit jiwa (AF. Jailani, 2000:54)



    



Clifford Whittingham Beers
       

  Pada tahun 1909, gerakan kesehatan mental secara formal mulai muncul. Selama dekade 1900-1909 beberapa organisasi kesehatan mental didirikan, seperti American Federation Hygiene Association (ASHA), dan American Federation for Sex Hygiene. Perkembngan gerakan-gerakan dibidang kesehatan mental ini tidak lepas dari jasa Clifford Whittingham Beers (1876-1943). Bahkan, karena jasa-jasanya itulah, dia dinobatkan sebagai "The Founder of The Mental Hygiene Movement". Dia terkenal karena pengalamannya yang luas dalam bidang pencegahan dan pengobatan gangguan mental dengan cara yang sangat manusiawi. Gerakan kesehatan mental mendapatkan pengukuhannya pada tanggal 3 Juli 1946, yaitu ketika Presiden Amerika Serikat menandatangani "The National Mental Health Act"



Source : Rochman, K.L. 2010. Kesehatan Mental. Purwokerto: FAJAR MEDIA FRESS.



 C. PENDEKATAN KESEHATAN MENTAL

1. Pendekatan Orientasi Klasik
  • Kesadaran tentang perlunya perlakuan yang lebih manusiawi terhadap penyandang gangguan mental
  • Pengertian Klasik mengandung arti sempit, karena kajian ilmu kesehatan mental lebih diperuntukkan bagi orang yang mengalami gangguan dan penyakit jiwa
  • Penyembuhan konflik-konflik dan trauma masa lalu
 2. Orientasi Penyesuaian Diri
  • Mengacu pada kemampuan individu untuk diri dengan diri sendiri dan norma sosial
  • Belajar respon yang adaptif
3. Orientasi Pengembagan Potensi
  • Pelepasan sumber-sumber yang tersembunyi dari bakat, kreativitas, energi dan dorongan
  • Aktualisasi diri sesuai potensinya    

Source :  blog.uad.ac.id




Tidak ada komentar:

Posting Komentar